Pada kuliah terakhir, biasanya dosen selain mereview kembali mata kuliah selama satu semester, memberi kisi-kisi, juga terselip kata maaf. Salah satu dosen mengatakan bahwa secara ilmiah ada hubungannya antara memaafkan dan kesehatan. Jadi beliau sudah memaafkan kami yang selama kuliah beliau ada yang tertidur, main pokopang, curi-curi update socmed, curi-curi pandang dll... Hmm, jadi itu sebenarnya sebuah sindiran halus..hehe...
Fred Luskin, Phd, meyakinkan dalam bukunya Forgive for Good: A Proven Prescription for Health and Happiness bahwa dengan memaafkan akan mengurangi kecemasan, membuat detak jantung lebih teratur, dan lebih sehat. Setelah mempelajari tentang memaafkan (forgiveness) selama hampir 20 tahun, beliau menemukan bahwa memaafkan itu baik buat raga (jasmani) maupun jiwa (rohani). Memaafkan dapat menurunkan tekanan darah dan detak jantung serta mengurangi tingkat depresi, kecemasan, dan kemarahan. Orang yang memaafkan secara umum memiliki hubungan sosial yang lebih baik dengan orang lain, merasa lebih bahagia dan penuh harapan, serta memiliki nilai yang lebih tinggi dalam setiap pengukuran psikologis.
Yang sekarang menjadi masalah adalah kebanyakan dari kita tidak tahu cara memaafkan. Tidak ada naskah yang menulis tentang memaafkan atau petunjuk manual melepaskan pengkhianatan, kekecewaan, dan luka masa lalu. Dr. Luskin percaya bahwa memaafkan adalah kemampuan yang bisa dilatih bagi setiap orang, dan kita juga harus belajar cara memaafkan (atau lebih tepatnya belajar memaafkan).
Beberapa dari kita mungkin memiliki hubungan yang “menyakitkan” dengan orang terdekat kita. Meskipun beberapa kali melakukan rekonsiliasi, tetapi selama hidup kita merasakan hubungan yang aneh. Kemudian, apakah memaafkan bisa mengubah dinamika ini?.
Dr. Luskin mengatakan bahwa meskipun kita banyak mendengar mengenai “perjalanan” memaafkan, sebenarnya hanya ada dua langkah dalam proses memaafkan: menyesal (grieving) dan melepaskan (letting go). Bersedih, setelah melakukan kesalahan, berarti membiarkan diri kita merasakan kemarahan, sakit, dan trauma dalam keseluruhan rasa sakit yang murni-tetapi tidak dengan tak terbatas. Kebanyakan orang membutuhkan waktu dua tahun untuk proses move on, atau bisa lebih cepat juga sih, tapi jarang yang bisa move on dengan seketika dan sekaligus.
Bertahan dalam kesedihan dan kegusaran serupa dengan memiliki sebuah kemarahan yang eksistensial. Kita berpikir bahwa dunia berhutang kepada kita atau dunia tidak adil, padahal tidak seperti itu. Misalnya, ketika di kelas saya menjadi bahan bullyan teman anda karena status anda yang jomblo...*uhuk. Dalam contoh seperti ini Dr. Luskin menyarankan agar tidak terperangkap dalam konten (sumber yang menyebabkan sakit hati). Apapun bentuk serangan, proses memaafkan adalah sama: Kita melepaskan kemarahan dan sakit hati dengan kesadaran dan fokus pada rasa syukur dan kebaikan.
Sekali lagi, sedikit rasa tenang namun kesadaran untuk melepaskan dan semuanya termaafkan. Itu saja? Ya, konsep memaafkan sangat sederhana, eksekusinyalah yang berat.
Pertanyaan
Apabila kita sudah memaafkan sesuatu, bagaimana jika seseorang tetap menyakiti kita berulang-ulang? Hal ini tidak akan terjadi lagi. Orang tersebut tidak akan menyakiti kita jika kita tidak mengizinkan orang tersebut bisa menyakiti kita. Kita sendirilah yang mengendalikan perasaan kita. Jadi yang harus dilakukan adalah berhenti menggerutu, mencari simpati teman, dan mengasihani diri sendiri.
Simpulan
Sepertinya, prolog tulisan ini dengan yang dibahas jauh hubungannya. Tapi begitulah. Memaafkan bisa berarti tidak mengambil hati, seperti anak kecil yang sekarang bertengkar karena berebut mainan namun beberapa jam kemudian sudah baikan dan main bareng lagi.
Memaafkan, bukan berarti kita pura-pura tidak terjadi merasakan sakit. Memaafkan adalah tentang tentang merespon keburukan dengan kebaikan.
Memaafkan orang lain cenderung lebih mudah daripada memaafkan diri sendiri. Jadi maafkan saya jika tulisan saya ngaco, demi kesehatan kalian juga....hoho...
Goosfraba.....!!! (ros)
Referensi:
http://www.oprah.com/oprahs-lifeclass/How-to-Forgive-Others-Health-Benefits-of-Forgiveness-Fred-Luskin